Dodol Betawi, Si Legit yang Mulai Turun Pamor

===

Dodol Betawi (Antara/ Rosa Panggabean)

BERITA TERKAIT

  • Menelusuri Jejak Islam di Jakarta
  • Ini Dia Imam Masjid Washington
  • Polisi Akan Tindak Penggunaan Petasan
  • Awas, 495 Perlintasan KA Bandung Tak Dijaga
  • Ribuan Takjil Gratis Disiapkan di Bandara

VIVAnews - Pengrajin Dodol Betawi di Kota Bekasi, Jawa Barat dari tahun ke tahun semakin berkurang. Modal yang mahal, dan sulit serta lamanya pembuatan, disinyalir menjadi penyebabnya.

Di Kota Bekasi, dodol Betawi yang merupakan makanan khas Ramadan, hanya bisa di jumpai di beberapa pasar tradisional. Di pasar proyek Margahayu, Bekasi Timur, misalnya.

Pengrajin Dodol Betawi di tempat itu, mayoritas justru berasal dari warga keturunan Tionghoa, yang sudah puluhan tahun secara turun temurun menggeluti pembuatan jajanan Betawi ini.

"Dulu mah saya bikin tiap hari, tapi sekarang saya bikin pas ada order atau mau Lebaran aja. Di Bekasi setahu saya, sekarang jarang banget orang bikin Dodol Betawi. Paling cuma ada sekitar 10 orang, itupun yang orang pribumi paling cuma 2 orang," ujar Meliawati alias Aciu (60) salah seorang pengrajin dodol Betawi.

Untuk membuat dodol Betawi, menurut Aciu, dibutuhkan modal yang besar yakni sekitar Rp1,5 juta untuk tiap kuali berukuran 100 kilogram dodol. Rinciannya Rp700 ribu untuk upah 6 orang pengaduk dodol, sisanya untuk membeli bahan baku ketan, gula merah, gula putih dan santan.

"Saya belajar buat dodol dari ibu saya Encim Eno. Ibu saya dulu pengrajin dodol keranjang (China), dia belajar bikin dodol Betawi dari tetangganya yang merupakan orang asli Bekasi," katanya.

Awal mulanya Ibu Encim selalu gagal membuat dodol Betawi, namun ketika tekhnik pembuatan sudah dikuasai penuh, ilmu membuat dodol kemudian diwariskan kepada anak-anaknya. "Ibu saya sudah meninggal 8 tahun lalu. Dari 5 bersaudara, 3 di antara anak-anak Ibu, menjadi pembuat dodol," lanjut Aciu.

Menurut Aciu, pada era 1970-an. Setiap akan datang Idul Fitri masyarakat Bekasi banyak yang membuat dodol untuk keperluan berlebaran. "Tapi sekarang banyak yang sudah malas membuat, mungkin karena bahan-bahan mahal dan buatnya susah dan lama, dibutuhkan ketelitian, karena dodol harus diaduk 12 jam tanpa henti. Sekarang mereka kalau butuh dodol, lebih suka pesan ke saya," terang dia.

Aciu sendiri mengaku pesanan dodol Betawi biasanya mulai ramai seminggu sebelum lebaran. "Biasanya mereka pesan 10 sampai 100 kilo buat dibagi-bagikan ke tetangga, ataupun saudara yang berlebaran," katanya.

Meski di Kota Bekasi sudah jarang pembuat dodol Betawi, namun Aciu mengaku tidak akan memaksa anak-anaknya untuk meneruskan keahliannya membuat dodol. "Terserah anak saya, sekarang saya sudah punya usaha toko kosmetik di pasar proyek. Anak-anak juga bantu ngelola, tapi kalau pas ada order bikin dodol anak-anak kadang bantu juga," tambahnya.

Di Kota Bekasi, dodol Betawi yang dijual banyak pula yang berasal dari beberapa daerah seperti dari Jonggol Kabupaten Bogor dan Condet Jakarta Timur.

Namun yang membedakan, kalau buatan keluarga besar Encim Eno selalu menggunakan rasa durian. Inilah yang membuat dodol betawi buatan Aciu masih diminati. Bahkan ketika permintaan meningkat, dalam sehari Aciu membuat hingga 500 kilogram Dodol Betawai pesanan.

Dodol Betawi rasa durian buatan Aciu dijual dengan harga Rp36ribu perkilogram. Biasanya pada Ramadan tahun lalu, Aciu setiap hari membuat Dodol Betawi untuk di jual di pasar proyek. "Sekarang saya bikin pas ada yang pesan aja, kebanyakan penyuka aodol Betawi ingin dodol tetap lembut dan tidak keras," pungkasnya. (Laporan: Erik Hamzah | Bekasi, umi)

• VIVAnews

Source: http://kosmo.vivanews.com/news/read/237433-pengrajin-dodol-betawi-terus-berkurang

No comments: