Setiap pagi dan sore menjelang petang, lintasan kereta di Rawabuaya menjadi tujuan sebagian warga. Bukan untuk mengakhiri hidup, namun terapi listrik dengan tidur telentang di atas rel kereta diyakini membawa manfaat lebih untuk mengobati penyakit.
Entah siapa yang mengawali, namun kabar dari mulut ke mulut inilah yang mendorong warga dari sejumlah wilayah di Jakarta untuk turut bergabung mencari kesembuhan. "Kalau sudah terapi gini, kita enak. Badan enteng," kata seorang warga Jakarta, Katung, Kamis (21/7).
Begitu pula yang dirasakan Petrus. Ia mengaku sering pegal-pegal di pundak. Namun setelah menjalani pengobatan di rel, ia pun merasakan manfaatnya. "Bagian pundak sering pegel, selama saya di sini bagus," ujarnya.
Katung mengaku, untuk pengobatan dengan cara ini mereka harus memantau jadwal kereta. Pasalnya jika tidak hati-hati, aktivitas ini justru membawa celaka. Apalagi jadwal kereta yang melalui lintasan tersebut cukup padat.
Para 'pasien' terapi listrik di rel kereta ini secara refleks tubuh mereka seolah kejang-kejang atau bergetar, tersengat arus listrik. Dan sengatan inilah yang diyakini mampu mengobati penyakit.
Namun cara ini dinilai selain berbahaya. Merujuk pasal 181UU 23/2007 tentang Perkeretaapian jelas tercantum larangan beraktivitas di ruas jalur kereta api. Dan ancaman hukumannya berupa tiga bulan kurungan atau denda Rp 15 juta.
Mahalnya biaya kesehatan dan minimnya pemahaman atas larangan beraktivitas di ruas jalur kereta api bisa menjadi pangkal dimulainya aktivitas warga yang terbilang tak lazim ini.(MEL)
21 Jul, 2011
--
Source: http://kesehatan.liputan6.com/read/345061/sensasi-sengatan-listrik-di-relsensasi_sengatan_listrik_di_rel
No comments:
Post a Comment