TEMPO Interaktif, Jember - Rumah Tanoker, sebuah komunitas belajar masyarakat di Kecamatan Ledokombo, Kabupaten Jember, Jawa Timur, menggelar Festival Gerak Jalan Egrang, Sabtu, 23 Juli 2011. Festival unik ini digelar di Lapangan Kecamatan Ledokombo, sekitar 35 kilometer arah utara kota Jember. Sejumlah turis asing tampak antusias menyaksikan.
Koordinator Tanoker, Farha Ciciek mengatakan, festival egrang diikuti 50 regu dari Jember dan tim tamu dari Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Salatiga, Malang dan Surabaya. "Mimpi kami adalah menjadikan Rumah Tanoker serta Ledokombo menjadi obyek wisata untuk semua," kata peneliti dan aktivis itu.
Egrang adalah sebuah permainan tradisional yang terbuat dari batang bambu sepanjang kurang lebih 2,5 meter. Dibagian bawah bambu, sekitar 50 sentimeter dari bawah, dibuat tempat berpijak kaki yang rata dengan lebar kurang lebih 20 sentimeter. Pemain berdiri ditempat berpijak tersebut dan harus mampu menjaga keseimbangan dengan hanya menumpu pada lebar batang bambu.
Permainan egrang membutuhkan kesimbangan. Cara bermainnya, seseorang berjalan dengan menggunakan pijakan bambu. Ketinggian pijakan itu sekitar 50 sentimeter. Saat berjalan, orang tersebut tampak bergoyang-goyang ketika melangkahkan kakinya, yang dibantu kedua tangannya mengayunkan batang bambu yang dipegang.
Suasana festival menjadi meriah dengan aneka warga pakaian peserta lomba. Ada yang memakai kostum dedaunan layaknya suku pedalaman, ada yang membuat kostum dari rangkaian kartu remi, ada juga yang menampilkan keseharian anak anak desa dengan celana pendek dan kaos oblong yang berselendangkan sarung.
Para peserta lomba kebanyaan anak-anak sekola. Wisatawan dari Australia, Perancis, Belanda dan Malaysia ada yang hendak mencoba berjalan dengan 'berkaki bambu' itu, namun takut jatuh. "I will try it," kata seorang bule dari Australia.
Tidak hanya berjalan, mereka juga melompat, berdiri dengan satu kaki, menari bahkan melakukan aksi akrobatik di atas egrang. Tidak jarang ada peserta yang kehilangan keseimbangan dan jatuh. Tepuk tangan dari penonton dan juri membuat mereka bangkit lagi.
Untuk menilai penampilan peserta gerak jalan egrang, Tanoker sudah menunjuk beberapa juri antara lain Emma Baulch (Australia), Yati Kaprawi (Malaysia) Julia Suryakusama (Jakarta) dan Bernie Adeney R (Belanda).
"Selama ini anak-anak itu minder menjadi anak desa. Dengan mengundang juri dari luar negeri, saya ingin meyakinkan mereka bahwa mereka adalah warga dari kampung dunia yang harus bangga dengan budaya lokal termasuk permainan tradisionalnya," kata Ciciek.
Penilti dan pengamat budaya Universitas Jember, DR Ayu Sutarto menilai, gerak jalan egrang merupakan pengembangan permainan tradisional yang bernilai positif. Secara konvensional enggrang dimainkan dengan berlomba berjalan dari satu sisi lapangan ke sisi lainnya, yang tercepat dan tidak terjatuh dialah pemenangnya.
"Lambat laun orang bisa bosan. Nah, agar tidak bosan kita kembangkan modifikasi permainan seperti gerak jalan enggrang, menari diatas enggrang, berjalan mundur dan lain sebagainya," kata dia. Pengembangan seperti ini, dia melanjutkan, dapat juga diterapkan pada permainan tradisional lain yang sedang menghadapi kepunahan karena kalah dengan gempuran permainan modern.
Source: http://www.tempointeraktif.com/hg/perjalanan/2011/07/23/brk,20110723-347982,id.html
No comments:
Post a Comment