KOMPAS.com - Astrid Darmawan (43) dulu seorang model terkenal, atlet renang berprestasi. Hidupnya nyaman berkecukupan. Ia merasa telah mendapatkan segalanya kecuali jawaban tentang pertanyaan, "Mengapa saya dilahirkan?"
Pertanyaan itu muncul, kata Astrid, bukan karena ia mengalami musibah atau suatu peristiwa. Pertanyaan tersebut justru muncul ketika ia berada pada posisi yang nyaman dalam hidup. Ada baiknya kita menengok jejak Astrid pada masa lalu.
Masih ingat dengan seorang perempuan yang berjalan anggun. Matanya menatap tajam, seolah menyapa mata orang-orang di depannya -setidaknya ada yang merasa tersapa. Perempuan itu adalah Astrid Darmawan dalam sebuah iklan produk sabun di televisi pada era 1990-an.
Astrid memang model iklan kondang pada zamannya. Berbagai produk yang ingin menancapkan citra keindahan menggandeng Astrid sebagai model. Tersebutlah, antara lain, produk kosmetik serta dua merek batik besar dan terkenal di negeri ini. Sosok Astrid juga berkelebat di sampul depan berbagai majalah gaya hidup yang berkait dengan keanggunan. Setiap minggu, bisa dikatakan, sosok Astrid terpampang di media.
Karier model Astrid yang terentang pada tahun 1984-1995 itu justru dari kolam renang. Sebagai perenang yang pernah berlaga di kelompok umur dalam kejuaraan tingkat ASEAN dan Pekan Olahraga Nasional, sosok Astrid sering muncul di majalah olahraga. Suatu kali, perancang busana Adjie Notonegoro melihat sosok Astrid di majalah.
"Adjie Noto(negoro) melihat saya di majalah Sportif dan meminta saya menjadi model," tutur Astrid mengisahkan awal mula sebagai model foto pada usia remaja.
Astrid pertama kali ditangani fotografer kondang Darwis Triadi untuk iklan sebuah merek jins pada tahun 1984. Era 1980-an hingga paruh pertama 1990-an menjadi panggung kehidupan Astrid sebagai model.
"Saya waktu itu berada di puncak profesi sebagai model," kata Astrid, pekan lalu, di rumahnya di bilangan Pondok Indah, Jakarta Selatan.
"Saya berada di posisi nyaman. Saya kuliah di universitas terbaik di negeri ini. Orangtua saya berada, dan saya mempunyai segala yang dibilang duniawi. Tetapi, saya merasakan kekosongan, meaningless, dalam hidup," kata lulusan Jurusan Teknik Elektro Universitas Indonesia itu.
"Yang saya lakukan setiap hari hanyalah rutinitas. Saya tidak pernah merasakan apakah dalam hidup itu tidak ada yang lain selain seperti yang saya rasakan itu...."
"Saya mulai ngobrol dengan Allah. Kalau saya seperti ini terus, maka sampai tua hidup saya tidak akan berarti, kosong," ujar Astrid.
"Saya sampai mengatakan, ambil saja semuanya asal saya diberi satu jawaban, mengapa saya dilahirkan di dunia. Pertanyaan itu berawal dari keinginan saya mengenal Allah...."
Dan, itulah awal dari perjalanan spiritual Astrid. Ia memperdalam agama, mempelajari sufisme, dan mengikuti kajian tasawuf. Bagian dari perjalanan spiritual Astrid itu tertulis dalam buku yang ditulisnya bersama Muhammad Hidayat, yaitu Al Quran the Ultimate Secret. Buku terbitan Zahra Publishing House itu kini sampai pada buku kedua dari 14 seri yang direncanakan.
Pemimpin, pengembara
Mengapa pertanyaan tentang "mengapa saya dilahirkan" itu diajukan? "Lha kalau tentang diri sendiri saja orang tak mau menggali, boro-boro dengan orang lain. Mereka tidak akan peduli pada orang lain," kata Astrid.
Pemimpin perlu mengajukan pertanyaan semacam itu. Bukankah mereka akan memimpin orang lain? Setidaknya itu berlaku bagi Astrid yang kini menjadi Senior Relationship Manager BNI Syariah.
Ia banyak belajar dari pengalaman masa lalu sebagai atlet renang dan model. Sebagai perenang, ia berusaha untuk bergerak cepat dan menjadi yang tercepat, juara. Seorang juara memerlukan kedisiplinan dan komitmen. Ia belajar bahwa seorang juara tidak lahir karena diri sendiri. Ada pelatih, dokter, pemijat, dan lain-lain yang ikut membentuknya. "Berenang harus tepat waktu, disiplin terhadap waktu, dan disiplin menjaga stamina."
Dunia model mengajarkan hal lain lagi, terutama soal rasa percaya diri dan keberanian. "Model harus mampu menghadapi kritik. Saya belajar dari situ."
Dari perjalanan spiritualnya, Astrid merasakan bahwa hidup ini bagaikan sebuah pengembaraan. "Kita ini traveler, pengembara. Jangan merasa nyaman berada di suatu tempat. Kalau kita tak terbelenggu pada suatu posisi, jabatan, materi; tidak terikat pada sesuatu yang fisik, kita akan menjadi manusia yang merdeka...."
(Frans Sartono)
Source: http://female.kompas.com/read/xml/2011/08/02/09545863/Perjalanan.Spiritual.Astrid.Dharmawan
No comments:
Post a Comment